Kasus hate speech atau ujaran kebencian di media sosial bukanlah hal baru di Indonesia. Banyak yang sudah terjerat hukum akibat ujaran kebencian yang dilontarkan para pelaku di media sosial. Diantaranya kasus ujaran kebencian yang dilakukan oleh musisi Indonesia, Ahmad Dhani dalam tweeter pribadinya, kasus Jonru Ginting dalam facebooknya, kasus grup Saracen, sebuah grup bayaran yang dapat dipesan untuk memposting berita, informasi dan foto palsu yang memuat fitnah, propaganda dan ujaran kebencian dan masih banyak kasus yang berkaitan dengan hate speech.
Soal :
1. Klasifikasikan apa saja yang termasuk ujaran kebencian dan apa dasar hukumnya. Jelaskan.
2.dasar hukumnya Jika seseorang memberikan komentar negatif terhadap suatu konten di media sosial, apakah termasuk ke dalam ujaran kebencian (hate speech). Berikan pendapat saudara disertai dengan dasar hukumnya.
3. Termasuk ke dalam delik apakah ujaran kebencian? Apakah sama antara ujaran kebencian dengan pencemaran nama baik? Jelaskan dan berikan dasar hukumnya.
1.Ada sejumlah instrumen internasional yang berkenaan
dengan ujaran kebencian, seperti: Deklarasi HAM PBB 1948; Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention On The Elimination Of
All Forms Of Racial Discrimination /CERD); dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (international Covenant on Civil and Political Rights /ICCPR).
Selain itu, UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan ransaksi
Elektronik (UU ITE) juga memuat larangan dan ancaman pidana bagi pelaku yang membuat ujaran kebencian ataupun berita bohong. Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 UU ini memuat ancaman pidana bagi setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Ujaran kebencian atau hate speech merujuk pada tindakan atau ucapan yang menyerang, menghina, atau merendahkan seseorang atau sekelompok orang berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Ujaran kebencian dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial seperti Twitter, Facebook, dan lain-lain. Berikut adalah beberapa contoh tindakan yang dapat dikategorikan sebagai ujaran kebencian:
1. Menyerang atau menghina seseorang atau sekelompok orang berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
2. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan atau tidak benar tentang suatu kelompok tertentu.
3. Menyebarkan gambar, video, atau tulisan yang menghina atau merendahkan seseorang atau sekelompok orang berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
4. Mendorong atau memprovokasi tindakan kekerasan terhadap suatu kelompok tertentu.
Dasar hukum dalam menangani ujaran kebencian di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU PDR). Pasal-pasal dalam UU ITE dan UU PDR yang berkaitan dengan ujaran kebencian antara lain:
1. Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, mengirim, atau menerima informasi elektronik yang memiliki muatan pelecehan atau penghinaan.
2. Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
3. Pasal 16 UU PDR yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan diskriminasi ras dan etnis dalam bentuk apapun dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Dalam praktiknya, penanganan kasus ujaran kebencian di Indonesia dapat dilakukan oleh kepolisian atau oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pelaku ujaran kebencian dapat dikenai sanksi pidana, baik berupa pidana penjara maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.Pemberian komentar negatif terhadap suatu konten di media sosial tidak selalu termasuk dalam kategori ujaran kebencian (hate speech) jika komentar tersebut tidak memenuhi unsur-unsur yang diperlukan untuk dikategorikan sebagai hate speech.
Menurut Pasal 28 ayat (2) UUD 1945, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Namun, kebebasan tersebut harus dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tidak merugikan hak orang lain.
Sementara itu, menurut Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, setiap orang dilarang untuk mengirimkan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dalam konteks ujaran kebencian (hate speech), Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan tindakan diskriminasi ras dan/atau etnis. Sementara itu, Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 juga melarang setiap bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Dalam hal pemberian komentar negatif terhadap suatu konten di media sosial, apabila komentar tersebut tidak memenuhi unsur-unsur ujaran kebencian seperti penghinaan, pelecehan, atau ancaman terhadap kelompok tertentu berdasarkan ras, agama, suku, atau antargolongan, maka komentar tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai hate speech.
Namun, jika komentar tersebut mengandung unsur-unsur yang menyerang dan merendahkan kelompok tertentu berdasarkan ras, agama, suku, atau antargolongan, maka dapat dikategorikan sebagai hate speech dan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3.Ujaran kebencian termasuk ke dalam delik pidana di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan/atau denda.
Sementara itu, pencemaran nama baik termasuk ke dalam delik perdata dan pidana di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan/atau denda, serta sanksi perdata berupa ganti rugi.
Meskipun ujaran kebencian dan pencemaran nama baik termasuk dalam delik yang berbeda, keduanya dapat terkait dalam konteks penggunaan media sosial. Pada kasus-kasus tertentu, komentar atau tulisan yang dikategorikan sebagai ujaran kebencian juga dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik, terutama jika komentar atau tulisan tersebut menyebarkan informasi yang tidak benar dan merugikan nama baik seseorang atau kelompok tertentu.
Comments
Post a Comment